Gambar
1. Profil pendiri Yayasan Bina Sarana Bakti Agatho
Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB) didirikan
pada tanggal 07 Mei 1984 merupakan hasil pemikiran dari Pater Agatho Elsener,
OFMCap. Inisiatif ini didukung sepenuhnya oleh Komisi Pengembangan Sosial
Ekonomi (PSE) Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), khususnya Rm. Gregorius
Utomo, Pr dan Ibu C. Djoeariah SH. Pendirian yayasan ini juga mendapatkan
rekomendasi dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) pada tahun 1985.
Pater Agatho sangat terinspirasi oleh
sebuah buku yang dibacanya berjudul “The One Straw Revolution” karya
Masanobu Fukuoka. Pikiran utama buku tersebut menjelaskan bahwa “Alam sudah
bekerja sebagaimana mestinya dan manusia hanya mendukung saja” dan pikiran ini
yang mendasari dibuatnya pertanian organis sebagai sarana pembangunan BSB. Mulai
tahun 1987 seluruh lahan BSB dimanfaatkan untuk pertanian organis, yang berarti
pertanian yang mengikuti hukum alam, dimana segala bentuk asupan kimia sintetis
(pestisida dan pupuk) dihentikan total. Dan sejak saat itu BSB dikenal sebagai
salah satu pionir pengembangan pertanian organis di Indonesia.
Tahun 1997 Indonesia mengalami krisis
moneter yang mengakibatkan segala harga sarana produksi pertanian naik,
keyakinan BSB tentang pertanian organis mendapat pembenaran, karena banyak
usaha pertanian dipaksa keadaan beralih ke pertanian organis. Sejak saat itu
permintaan pelatihan atau kursus di BSB semakin meningkat. Pater
Agatho semakin menyadari bahwa bukan teknik pertanian organis yang menjadi
dasar perbaikan pembangunan pertanian, melainkan sikap petani atau manusianya.
Sejak saat itu Pater Agatho mulai mengarahkan BSB sebagai gerakan sikap hidup
organis, dimana orang diarahkan dari sikap hidup egois ke sikap hidup organis.
Dukungan berbagai pihak terhadap
gerakan organis khususnya pertanian organis semakin nyata. BSB semakin terlibat
dalam jaringan pertanian organis di Indonesia. Menanggapi peluang dan tantangan
gerakan organis yang semakin menguat, Pater Agatho kembali menemukan gagasan
orisinalnya yakni gerakan organis global atau CORMUNDI. Gagasan CORMUNDI
meyakinkan bahwa sikap hidup organis sangat relevan untuk semua sendi
kehidupan, tidak saja di sektor pertanian. Jika semua sektor kehidupan,
gerakan masyarakat mau bekerjasama dan menjalankan sikap hidup organis maka
dunia akan semakin baik.
BSB berusaha memahami evolusi alam dan kenyataan pembangunan
manusia. Ternyata dua karya itu jauh sekali berbeda, hampir seperti Sang
Pencipta dengan Sang Ciptaan. Menurut Pencipta semua ada untuk melayani yang
lain, sedangkan manusia mengira semua itu ada untuk dipakai sendiri. Alam
bersifat organis, manusia bersikap egois. Visi BSB Agatho adalah hidup harmonis
dengan sesama, alam dan Tuhan. Misi BSB Agatho adalah memBINA
(menyiapkan, mengembangkan) berbagai SARANA (metode, alat) agar setiap
manusia bisa makin berBAKTI dan melayani sesama, alam, dan Tuhan.
Sistem
Budidaya Sayuran Organik di Bina Sarana Bakti (BSB) Agatho
Pertanian Organik
merupakan salah satu teknologi yang berwawasan lingkungan. Pertanian organik
dipahami sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan daur ulang
hara secara hayati (Sutanto 2002). Perkembangan
pertanian organik di Indonesia dimulai pada awal 1980-an yang ditandai dengan bertambahnya
luas lahan pertanian organik, dan jumlah produsen organik Indonesia dari tahun
ke tahun. Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) yang
diterbitkan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI) tahun 2009, diketahui bahwa
luas total area pertanian organik di Indonesia tahun 2009 adalah 231.687,11 ha.
Luas area tersebut meliputi luas lahan yang tersertifikasi, yaitu 97.351,60 ha
(42 persen dari total luas area pertanian organik di Indonesia) dan luas lahan
yang masih dalam proses sertifikasi (pilot
project AOI), yaitu 132.764,85 ha (57 persen dari total luas area pertanian
organik di Indonesia).
Budidaya sayuran secara organis
di BSB Agatho dilakukan dari hulu ke hilir, mulai dari persemaian hingga panen,
dan bersinergis dengan alam. Persemaian benih sayuran dilakukan seperti
menyemai benih pada umumnya. Benih yang digunakan berasal dari benih lokal yang
dibudidayakan sendiri, kecuali untuk benih-benih yang sulit untuk
dikembangbiakkan. Media yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang
yang berasal dari kotoran ayam yang telah dikomposkan selama ± 3 bulan. Kotoran
ayam memiliki kandungan Nitrogen yang cukup tinggi, sehingga cocok digunakan
untuk menghasilkan sayuran daun yang berkualitas. Persemaian tidak dilakukan di
seed box atau sejenisnya, melainkan
menggunakan cetakan tanah yang dicetak menggunakan alat pencetak, sehingga akan
meminimalisir biaya produksi.
Gambar 2.
Persemaian menggunakan polybag dan cetakan tanah
Sumber:
Dokumentasi pribadi (2016)
Gambar
3. Pengomposan
Sumber:
Dokumentasi pribadi (2016)
Pengolahan tanah yang umumnya
dilakukan dalam pertanian organis Bina Sarana Bakti (BSB) adalah pengolahan
tanah minimum (minimum tillage) dan tanpa olah tanah (non – tillage).
Pengolahan tanah dilakukan pada semua lahan yang sudah dianggap subur dengan
menggemburkan tanah menggunakan garpu. Alasan mengapa di BSB tidak menggunakan
cangkul melainkan hanya memakai garpu karena garpu sifatnya tidak memotong,
sehingga tidak membunuh makroorganisme yang hidup di tanah, seperti cacing
tanah.
Gambar
4. Cetakan tanah
Sumber:
Dokumentasi pribadi (2016)
Tanaman yang sudah berumur
sekitar 2 minggu di persemaian kemudian dipindah tanam ke lahan. Lahan
pertanian di BSB Agatho beraneka ragam karena pada bagian atas gedung-gedung
yang dibangun pun dapat digunakan sebagai lahan pertanian. Atap bangunan juga
menjadi wahana penampung air hujan yang kemudian disalurkan ke bak penampungan
untuk kemudian menjadi sumber air penyiraman bagi tanaman. Pupuk kandang yang
digunakan sebanyak 30–40 kg/ 250 tanaman untuk jenis tanaman yang berumur 1 bulan.
Pupuk cair yang berasal dari urin kelinci, dan lainnya juga digunakan sebagai
pupuk tambahan. Selain itu, kesuburan tanah juga ditingkatkan dengan penggunaan
biomassa sisa panen tanaman sebelumnya yang dikembalikan ke lahan pertanian
agar terurai menjadi kompos.
Gambar 5. Pindah tanam
Sumber: Dokumentasi pribadi
(2016)
Gambar 6.
Lahan pertanian di bagian atas gedung
Sumber: Dokumentasi pribadi (2016)
Sistem penanaman
sayuran di BSB disesuaikan dengan kebutuhan pasar sehingga program penanamannya
dengan sistem target perminggu. Pertimbangan musim hujan dan musim kemarau
merupakan salah satu prinsip yang dianut dalam praktik menanam di BSB mesti
sesuai hukum alam dengan keanekaragaman tanaman. Dalam teknis pelaksanaannya
BSB menggunakan pendekatan yaitu metode Polikultur. Metode Polikultur
mempertimbangkan beberapa aspek:
- Syarat
tumbuh tanaman
- Tanaman
yang dipilih harus mempunyai fungsi khusus, misalnya repelent, companion, atau improved
fallow.
- Sistem
perakaran tanaman
- Pilihan
model Polikultur seperti alley
cropping (sisipan), tumpang sari, dan sebagainya.
Kondisi pengairan
menjadi penentu dalam pertanian organik. Pertanian organik akan menjadi sia-sia
apabila air yang mengaliri lahan banyak mengandung residu bahan kimia. Akhirnya
produk pertanian organik tidak steril dari racun-racun kimia, maka pilih lahan
yang mempunyai pengairan langsung dari mata air terdekat. Menghindari dengan
mengambil air dari limpahan kebun atau sawah konvensional. Selain itu, bisa
juga dibuat unit pemurnian air sendiri. Air dari saluran irigasi ditampung
dalam sebuah kolam yang telah direkayasa. Kemudian air keluaran kolam dipakai
untuk mengairi kebun organik (Priyowidodo dan Risnandar 2012). BSB memanfaatkan
aliran air dari sungai yang membentang daerah setempat.
Gambar
7. Sungai yang dimanfaatkan oleh BSB Agatho
Sumber:
Dokumentasi pribadi (2016)
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
adalah suatu konsepsi atau cara berpikir mengenai pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin
untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan memanfaatkan beragam taktik
pengendalian yang kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. PHT
merupakan suatu sistem pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi, maka pemahaman
tentang biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting. Ada empat
prinsip dasar yang mendorong penerapan PHT secara nasional, terutama dalam
rangka program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan yaitu:
budidaya tanaman sehat, pemanfaatan musuh alami, pengamatan rutin, dan petani
yang ahli PHT (Balitsa 2015).
Pengendalian hama penyakit
tanaman dilakukan oleh BSB dengan cara rotasi tanaman dan sistem tumpang sari
dengan beberapa tanaman repellen serta
penggunaan musuh alami. BSB Agatho tidak menggunakan pestisida nabati karena
konsepnya tidak membunuh hama, tetapi mengusir hama, sehingga ekosistem alami
tetap terjaga. Dalam
pertanian organis, hama-hama tanaman dibiarkan berkembang untuk memenuhi siklus
rantai makanan di dalam ekosistem, seperti burung, katak, kadal, belalang,
kupu-kupu, berbagai jenis serangga lainnya yang jarang ditemui di sistem
pertanian modern yang menggunakan zat kimia. Hama dan predator hidup bersama di
perkebunan sayur, sehingga hama dapat dikontrol secara alami oleh predator. Keanekaragaman
hayati seperti ini disengaja, karena semakin beranekaragam suatu ekosistem,
semakin membuat stabil ekosistem tersebut.
Gulma dan semak belukar tumbuh
di bedengan. Gulma tetap dipertahankan jumlahnya karena beberapa gulma dapat
digunakan sebagai pupuk hijau bagi tanaman. Rumput liar yang tumbuh, bila
disiangi dan didiamkan dalam waktu tertentu akan menjadi humus yang memberikan
kehidupan bagi cacing tanah, mikroorganisme, maupun jamur saprofit. Keberadaan
hal tersebut akan menekan pertumbuhan jamur patogen, sehingga mendukung
pertumbuhan tanaman sayur.
Kegiatan panen dimulai
dengan memilih tanaman yang memenuhi kriteria panen. Cara panen untuk setiap
jenis tanaman itu berbeda – beda agar:
- tidak
merusak hasil panen
- tidak merusak tanaman yang belum
memasuki waktu panen
- tidak
menurunkan kualitas hasil panen.
BSB melakukan panen
seminggu 5 kali yaitu Minggu, Senin, Rabu, Kamis, Jumat terdiri dari 50 jenis
sayuran dan 10 jenis Herb. Mulai Agustus 2011, BSB memproduksi jamur tiram
dengan kapasitas 20 kg/minggu. Kecenderungan produksi jamur ini terus meningkat
sesuai permintaan pasar. Bahkan pada 2012 budidaya jamur akan bertambah jenis
jamur kuping dan shitake.
Gambar
8. Sortasi hasil panen
Sumber:
Dokumentasi pribadi (2016)
Gambar
9. Penyimpanan benih
Sumber:
Dokumentasi pribadi (2016)
Sistem
Pemasaran Hasil Produksi dan Kemitraan Petani Organik
BSB melakukan
kegiatan pemasaran organis produksi sayurannya melalui agen-agen maupun
supermarket yang telah terdaftar di wilayah Jabodetabek, serta toko sayur yang
berada di depan kebun BSB. BSB memiliki sekitar 26 agen sayur yang tersebar di
berbagai wilayah, seperti Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat,
Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Bogor, dan Tangerang.
Syarat menjadi agen
BSB:
- Datang
ke BSB untuk melakukan pendaftaran, melihat kebun, menyamakan visi dan
misi, membicarakan order apa saja yang dipesan dan jumlahnya
- Pesanan
minimal sekali kirim pada 3 bulan pertama Rp.300.000,00 setelah 3 bulan
harus mencapai Rp.500.000,00 (untuk mendapatkan harga agen).
- Agen
harus mempunyai keranjang kontainer sendiri. Awal menjadi agen kira –kira
membutuhkan 6 kontainer.
- Mempunyai
kelompok komunitas dalam lingkungannya untuk memudahkan penyebaran sesuai
dengan tujuan pemasaran organis.
- Pemilihan
lokasi baru mempertimbangkan rute dan wilayah agen yang sudah ada agar
tidak ada persaingan bisnis antar agen BSB
- Tidak boleh ada suplier lain yang
memasok produk yang sama
- Pemasangan poster, banner harus
seizin BSB baik di toko maupun di rumah
DAFTAR
PUSTAKA
Balitsa.
2015. Empat prinsip dasar dalam penerapan pengendalian hama terpadu (PHT). [Diunduh
tanggal 2016 Jan 20]. Tersedia pada http://balitsa.
litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita-terbaru/378-empat-prinsip-dasar-dalam-penerapan-pengendalian-hama-terpadu-pht.html.
Priyowidodo
T dan Risnandar C. 2012. Memulai usaha pertanian organik. [Internet]. [Diunduh tanggal
2016 Jan 20]. Tersedia pada http://alamtani.com/pertanian-organik.html.
Sutanto.
2002. Pertanian organik menuju pertanian alternatif dan keberlanjutan. Yogyakarta(ID): Penerbit
Kanisius
__________________________________________________________________________
*Tulisan
ini merupakan hasil kunjungan lapang oleh Diyah Kusuma Wardani saat menjadi
mahasiswa Program Magister Agronomi dan Hortikultura, IPB angkatan 2015 (Angkatan 52)
Komentar