PENGARUH JARAK TANAM SISTEM JAJAR LEGOWO TERHADAP PRODUKSI JAGUNG DI LAHAN KERING PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT



Image may contain: 1 person, grass, plant, flower, nature and outdoor
Sumber: Dokumentasi Pribadi di Lahan Jagung Milik Sendiri di Kab. Dompu, NTB (2017)

Pasandaran dan Kasryino (2002) mengemukakan bahwa sentra pengembangan produksi jagung di Indonesia dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1) Sumatera sebagai daerah pengembangan jagung untuk masa depan, karena memperlihatkan dinamika perkembangan yang cepat selama tiga dekade dan memiliki sumber daya lahan yang mendukung, 2) Jawa sebagai sentra produksi jagung dan bahan pangan, namun sumber daya lahan semakin terbatas sehingga peran tersebut akan semakin menurun, 3) Kawasan Timur Indonesia sebagai penghasil jagung untuk konsumsi, tetapi kondisi iklim sebagian besar kering (Winarso 2012)
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki peluang dalam pengembangan jagung yaitu dengan memanfaatkan lahan kering yang mempunyai luas mencapai ± 1.8 juta hektar. Walaupun tingkat produksi jagung di Propinsi NTB masih sedikit yaitu sebesar 308.863 ton atau 1.75 % dari jumlah produksi jagung nasional 17.629.748 ton pipilan kering (BPS 2011). Untuk mencapai target peningkatan produksi jagung, maka kegiatan dalam peningkatan produksi jagung juga didukung melalui suatu program kegiatan pemerintah daerah guna mengembangkan komoditas unggul daerah yaitu melalui program PIJAR. Program PIJAR merupakan singkatan dari tiga komoditi unggulan NTB yaitu sapi, jagung, dan rumput laut yang pelaksanaannya dimulai sejak tahun 2010.


Produksi Jagung yang Masih di Bawah Standar pada Sebagian Wilayah NTB
Produksi jagung yang diperoleh sangat rendah hal ini disebabkan karena masalah kekeringan. Menurut Hadija (2009), produksi yang diperoleh di tingkat petani pada tiga lokasi penelitian sangat rendah dan bervariasi antara 2,0-2,3 ton/ha. Peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman jagung sangat ditentukan oleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan serta permintaan pasar. Tantangan bagi petani jagung untuk mengembangkan komoditas jagung yaitu memaksimalkan produksi jagung tiap hektarnya. Sampai saat ini, jagung untuk konsumsi dalam bentuk jagung masih muda untuk sayur dan makanan rebus sangat di sukai, terutama jagung manis (sweet corn). Selain itu, sering dijumpai olahan jagung dalam bentuk tepung jagung (tepung maizena) (Tola et al. 2007).
Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang mempunyai potensi besar untuk usaha pertanian, baik untuk tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman tahunan, maupun peternakan. Mengingat potensi ketersediaan lahan yang luas dan variasi usaha pertanian yang sangat besar, maka lahan kering sangat potensial berperan lebih besar dalam menyediakan lapangan usaha pertanian dibandingkan lahan sawah kedepannya. Hal ini menunjukkan bahwa peranan pertanian lahan kering sebagai sumber pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja makin tinggi, oleh karena itu memaksimalkan lahan kering sebagai lahan produktif berbasis agribisnis perlu mendapat perhatian lebih (Nurwahidah 2014).
Berbagai usaha peningkatan produktivitas jagung didalam negeri telah dilakukan dengan berbagai cara, seperti penggunaan varietas unggul, pemupukan, dan pengaturan jarak tanam. Pengaturan jarak tanam pada suatu areal tanah merupakan salah satu cara yang berpengararuh terhadap hasil yang akan dicapai (Patola 2008). Cara tanam yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui peningkatan populasi tanaman dan pemanfaatan efek tanaman pinggiran, dimana penanaman dilakukan dengan merapatkan jarak tanam dalam baris dan merenggangkan jarak tanam antar legowo (PUSLITBANG 2015).


Sistem Tanam Jajar Legowo


Sumber: BALITBANG (2016)

Sistem tanam jajar legowo 2:1 dapat meningkatkan jumlah biji pada tongkol dan panjang tongkol pada tanaman jagung manis secara maksimal, sedangkan sistem tanam jajar legowo 3:1 dapat meningkatkan populasi. Srihartanto et al. (2013) menyatakan bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo pada jagung hibrida varietas Bima pada tanah inseptisol dapat meningkatkan produktivitas 46.8% atau 10.55 ton ha-1 lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Pioner 27 yang produktivitasnya hanya 9.88 ton ha-1. Kelebihan lain sistem jajar legowo yaitu efek tanaman pinggiran tumpang sari memiliki indeks panen dan memudahkan pengelolaan tanaman diantaranya adalah irigasi, pengendalian gulma, aplikasi pupuk, dan sanitasi lapang (Subekti et al. 2015).
Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol dibandingkan dengan jarak tanam yang sempit dan jarak tanam yang sedang. Hal ini diduga penanaman jagung dengan jarak tanaman yang lebar diperoleh populasi lebih sedikit dengan tanaman mampu memanfaatkan faktor lingkungan secara optimal (Patola  2008). Selain itu, perlakuan jarak tanam sangat berpengaruh nyata terhadap hasil pipilan kering jagung. Hal ini dipengaruhi oleh bobot kering tanaman yang menunjukkan bahwa bobot kering tanaman semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jarak tanam, dan menurun kembali setelah mencapai jarak tanam maksimum masing-masing 40x40 cm dan 50x40 cm (Yulisma 2011).


Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah berpengaruh terhadap kandungan air tanah pada guludan yaitu kandungan air tanah pada guludan lebih tinggi daripada kandungan air tanah pada lahan datar, sehingga kelembaban tanah lebih baik. Pemberian mulsa juga dapat mengkonservasi air tanah dan meningkatkan hasil jagung (Arora et al. 2010). Pengolahan tanah untuk penanaman jagung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Sistem Olah Tanah Sempurna (OTS) dan Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) jika kondisi lahan gembur, namun jika tanah mempunyai kadar liat tinggi, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah sempurna dan intensif. Penanaman jagung dapat dilakukan dua kali setahun yaitu pada musim penghujan dan musim kemarau, namun untuk musim kemarau ada perlakuan khusus yaitu tanah diolah sempurna. Pada musim tanam berikutnya dapat dilakukan dengan Sistem Tanpa Olah Tanah untuk mempercepat waktu tanam (BPTP 2008).
Prinsip pengolahan tanah minimum untuk meminimalkan gangguan terhadap tanah dengan menghindari penggunaan alat berat, seperti traktor dan bajak. Namun masih mengutamakan penggunaan alat tugal, cangkul, dan penggunaan pestisida alami yang berasal dari tumbuhan di alam. Tujuan pengolahan tanah minimum untuk memelihara sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, sehingga kesuburan tanah, kesehatan tanah, dan kualitas tanah dapat secara berkesinambungan. Caranya yaitu tanah dicangkul ringan tanpa mengganggu lapisan olah tanah dengan kedalaman 20-25 cm, mengumpulkan rerumputan dan gulma hasil cangkulan untuk dibenamkan ke dalam tanah dan dijadikan pupuk organik. Biasanya pembenaman biomasa tanaman rerumputan dan gulma membutuhkan waktu 1-3 bulan, kemudian dipanen dalam bentuk pupuk organik. Cara lain dengan menggunakan drum minyak yang kosong untuk merobohkan rerumputan dan gulma, sehingga tanah dapat ditanami dengan benih tanaman pokok, seperti jagung dan kedelai. Pengolahan tanah minimum mampu mengurangi dekomposisi bahan organik tanah, sehingga bahan organik tanah terpelihara dan tidak hilang menjadi gas CO2 ke udara atau terbawa air ketika hujan. Bahan organik tanah atau dikenal dengan humus tanah mempunyai peranan penting untuk menyuburkan tanah dan mempertahankan kualitas tanah, kesehatan tanah, dan produksi pertanian (Hasanudin 2014).


Kondisi Iklim

Potensi lahan kering di NTB yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian seluas 600.000 ha (BPS NTB 2014). Luas lahan kering yang telah digunakan untuk pengembangan komoditas jagung pada tahun 2014 yaitu seluas 126.577 ha dengan masing-masing 28.368 ha di Pulau Lombok, dan 98.209 ha di Pulau Sumbawa. Total produksi jagung di NTB tahun 2014 mencapai 785.864 ton (BPS NTB 2015). Produktivitas usaha tani pada lahan kering sangat ditentukan oleh pola curah hujan dan intensitas hujan. Perubahan iklim selalu berubah setiap tahun menjadikan petani lahan kering yang menanam jagung pada musim hujan dengan memerlukan strategi untuk meningkatkan indeks panen dengan menggunakan teknologi yang tepat (Abdurachman et al. 2008).
NTB mempunyai musim kemarau lebih panjang 8 bulan dari bulan April-November, sedangkan musim hujan hanya 4 bulan yaitu dari bulan Desember-Maret. Bulan Mei-Juni masih ada hujan, namun tidak lebih 290 mm dan lebih sering di bawah 100 mm. Kondisi pola curah hujan yang sangat fluktuatif dapat mempengaruhi tingkat produktivitas usaha tani pada lahan kering. Ramalan perkembangan iklim awal musim hujan merupakan salah satu strategis dalam melakukan perencanaan penyusunan pola tanam, jadwal tanam, pelaksanaan tanam, penetapan komoditas, penentuan pola tanam, dan perkiraan luas areal tanam pada lahan kering. NTB merupakan salah satu daerah memiliki potensi sebagai produsen jagung nasional, karena memiliki keadaan iklim, jenis tanah, dan topografi yang sangat mendukung. Pengembangan produksi jagung pada tahun 2009 mencapai 308.863 ton dengan tingkat produktivitas sebesar 37.88 ku h-1 , namun pada tahun 2010 terjadi penurunan produksi jagung yaitu hanya 249.005 ton, walaupun demikian masih mengalami peningkatan produktivitas mencapai 40.43 ku h-1. Hal ini terjadi karena adanya penurunan luas panen dari 81.543 ha pada tahun 2009 menjadi 61.593 ha pada tahun 2010 (BPS 2010). Sentra penanaman jagung terdapat di Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Bima.
Pola kekeringan yang terjadi pada tahun 2007-2008 di Provinsi NTB menunjukkan kekeringan yang dimulai dari wilayah NTB bagian timur, kemudian bergerak ke wilayah NTB bagian barat. Berdasarkan analisis statistik dari hubungan curah hujan dengan pola kekeringan di lahan pertanian menunjukkan bahwa wilayah yang mempunyai potensi tingkat kekeringan tinggi yaitu Pulau Sumbawa yang mempunyai time lag akan terjadi kekeringan sekitar 1-2 bulan kemudian setelah terjadinya hujan. Sedangkan untuk wilayah lahan basah yang diwakili  Pulau Lombok mempunyai time lag akan terjadi kekeringan sekitar 2-3 bulan setelah terjadinya hujan (Trianasari. 2009).

Kesimpulan
Varietas hibrida memiliki hasil lebih tinggi dari pada varietas Bisma dan varietas lokal. Hasil tertinggi di peroleh pada jarak tanam 50x40 cm untuk semua varietas. Hasil pipilan kering tertinggi diperoleh pada varietas hibrida P 21, diikuti dengan varietas hibrida BISI 10, varietas lokal, dan varietas Bisma. Varietas dan jarak tanam berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, total luas daun, bobot kering tanaman, dan laju asimilasi bersih (Yulisma 2014).
Jumlah populasi tanaman jagung ditentukan oleh metode jarak tanam yang semakin pendek jarak tanamnya, maka semakin sedikit jumlah populasi tanaman setiap luasan tanamnya. Beberapa metode tanam jagung yang dapat digunakan antara lain adalah tanam satu baris, tanam jajar legowo, tanam segi tiga, tanam lingkar berjajar (Etica dan Hamawi 2016).
Peningkatan produktivitas jagung terus dilakukan dengan upaya penerapan teknologi budidaya yang spesifik lokasi. Salah satu teknologi yang diterapkan untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah pengaturan jarak tanam dan penggunaan benih unggul dalam budidaya jagung. Teknologi pengaturan jarak tanam diperlukan untuk mendapatkan tingkat populasi yang maksimal dan mempermudah dalam perawatan, mendapat efek tambahan pakan, mengurangi kompetisi, mendapatkan unsur hara antar tanaman, serta memaksimalkan penerimaan sinar matahari ke tanaman, sehingga proses fotosintesis dapat maksimal. Inovasi teknologi pengaturan jarak tanam salah satunya dapat dilakukan dengan sistm tanam jajar legowo. Jarak tanam berpengaruh terhadap panjang tongkol, bobot tongkol, dan bobot 100 biji. Populasi optimal untuk tanaman jagung berkisar antara 66.000- 71.000 tanaman ha-1 dengan jarak tanam anjuran 70x20 cm dengan 1 biji/lubang atau 70x40 cm dengan 2 biji/lubang. Peningkatan tingkat kerapatan tanaman per satuan luas sampai suatu batas tertentu dapat meningkatkan populasi biji ha-1 Sebaliknya pengurangan kerapatan tanaman jagung ha-1 dapat mempengaruhi iklim mikro yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman, karena jarak tanam yang terlalu lebar dapat mengakibatkan besarnya proses penguapan air dari dalam tanah sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terganggu (Susanti dan Erawati 2016).
Menurut penelitian Desyanto dan Susetyo (2014), jarak tanam hanya berpengaruh nyata pada bobot tongkol jagung, indeks luas daun, bobot tongkol ha-1, dan bobot hijauan ha-1. Varietas hanya berpengaruh nyata pada diameter tongkol dan indeks luas daun. Tidak terjadi interaksi antara kedua pelakuan tersebut.
Jumlah populasi tanaman jagung dapat mempengaruhi hasil produksi jagung tiap hektarnya. Setiap varietas jagung hibrida memiliki karakter yang beragam. Tinggi tanaman jagung dan bentuk tajuk daun dapat mempengaruhi jarak tanam yang optimal untuk menghasilkan produksi hasil yang baik. Jumlah populasi tanaman jagung ditentukan oleh metode tanam dan jarak tanamnya. Semakin pendek jarak tanamnya, akan semakin banyak jumlah populasi tanaman jagung setiap luasan tanamnya. Beberapa metode tanam jagung yang dapat digunakan antara lain: tanam satu baris, tanam jajar legowo, tanam segitiga, dan tanam lingkar berjajar (Etica dan Hamawa 2016).






DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman A, Dariah, Mulyani A. 2008. Strategi dan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal Litbang Pertanian. 27 (2) 2008.
[BPS NTB] Badan Pusat Statistik NTB. 2010. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Mataram(ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat.
[BPTP] Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Jakarta(ID):Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Desyanto E, Susetyo BI. 2014. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan Hijauan dan Hasil Buah Jagung (Zea mays.) pada Varietas Bisi dan Pioneer di Lahan Marginal. AgrouPY. 5 (2).
Hadija AD. 2009. Identifikasi Kinerja Usaha Tani dan Pemasaran Jagung di Nusa Tenggara Barat. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Prosiding Seminar 2009.
Hasanudin HMR. 2014. Teknik Budidaya Jagung Dengan Sistem Organik di Lahan Marjinal. Bengkulu (ID): UNIB Press.
Subekti AN, Bhakti Priatmojo B, Nugraha D. 2015. Jajar Legowo pada Jagung: Keunggulan, Kelemahan, dan Potensi Perbaikannya. Jakarta(ID): PUSLITBANG.
Use E, Mahmudah H. 2016. Pengaruh Metode Tanam Lingkar Berjajar dan Varietas Jagung Hibrida terhadap Produksi Jagung (Zea mays L.). Gontor Agrotech Science Journal. 2 (2).
Patola E. 2008. Pengaruh Dosis Urea dan Jarak Tanam Terhadap Produktivitas Jagung Hibrida P-21 (Zea mays). Jurnal Inovasi Pertanian. 7(1): 51–65.
Trianasari EM. 2009. Pola Kekeringan Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat   Tahun 2007–2008. Jakarta(ID): Universitas Indonesia.
Tola, Faisal H, Dahlan, Kaharuddin. 2007. Pengaruh Penggunaan Dosis Pupuk  Bokashi Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung. Jurnal Agrisistem. 3 (1).
Yuliana S, Erawati TB. 2016. Pengaruh Beberapa Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Bima 20 di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru.
Yulisma. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Jagung pada Berbagai Jarak Tanam. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 3 (2).
Winarso B. 2012. Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jakarta(ID): Pusat Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian-Badan Litbang Pertanian.

Komentar